Weleh weleh panjang bener judulnya....belon tentu bener juga....
Biarlah, PD aja lagi.
Anyway, buat pasangan yang sama-sama bekerja, sepertinya
aktifitas di pagi hari sedikit banyak menentukan mood bekerja
selanjutnya.
Nah, kenapa dibatasi untuk pasangan biasa yang sudah menikah?
jawabnya, karena aku belum pernah punya temen atau keluarga
yang samen leven (kumpul kebo) apalagi beranak, jadinya ga
punya bahan observasi. Dan ditekankan pada "pasangan biasa"
karena yang dilihat adalah keluarga menengah ke bawah yang
tidak banyak dicampur tangani oleh sekian banyak asisten atau
pembantu (baca: orang kaya)
Macem2 aktifitas di pagi hari yang biasa terjadi. Untuk pasangan
yang selaras seirama, aktifitas pagi hari kayaknya lempeng-lempeng
aja alias berjalan sesuai rutinitas waktu dan kegiatannya. Misalnya,
baik suami maupun isteri yang bekerja dari jam 8 sampe jam 17.
Otomatis, keduanya diharuskan mengikuti ritual pagi harian yang
dituntut sama setiap harinya, misalnya bangun subuh, masak,
mandi, sarapan dan pergi ke kantor.
Trus dimana letak masalahnya? Ini dia, coba ambil contoh bagi
pasangan yang salah satunya punya waktu lebih flexible alias
dia sendiri yang nentuin kapan harus bekerja. Lebih spesifik
lagi bagi isteri yang bekerja di kantoran dan suami yang memiliki
usaha sendiri yang nota bene bisa dia atur sendiri waktunya.
Contoh itu juga belum tentu jadi masalah kan? Memang belum tentu.
Coba kita gali lebih dalam lagi.
Sang isteri yang rutinitasnya sudah terpaku pada bangun, masak,
mandi, sarapan, pergi dan suami yang rutinitasnya terserah dia.
Apalagi jika pasangan ini sudah memiliki anak usia sekolah.
Apa yang kita rasakan jika melihat seorang isteri grabak-grubuk
di pagi buta supaya bisa memasak lauk-pauk untuk sehari penuh,
tetapi di lain pihak, sang suami masih terbuai mimpi. Padahal ada
anak-anak yang masih belum mandiri dan harus diingatkan untuk
segera bangun, mandi lalu sarapan.
Tangan dan kaki isteri masing-masing cuma punya sepasang.
Memang masih ada mulut yang bisa berteriak. Atau ada pembantu
yang bisa mewakilinya membangunkan anak (apa jadinya kalau tidak
ada pembantu?)
Tapi, bagaimana dengan waktu yang harus dikejar isteri untuk
menyelesaikan semua hal dengan tuntas sehingga berhasil pergi
dari rumah tepat waktu dengan perasaan tenang?
Tidak ada yang lain, hanya kerjasama suamilah yang paling bisa
menyelamatkan pagi hari yang sibuk ini. jika sang suami tidak bisa
menyeimbangkan diri dengan mengikuti irama sang isteri, gesekan-
gesekan kecil akan sangat mungkin banyak terjadi (Dalam hal ini,
tidak mungkin isteri yang harus mengikuti irama suami kan?)
kalau suaminya bukan pekerja malam, lalu asal muasalnya dari mana?
Banyak faktor sih, tapi yang terpenting adalah kebiasaan yang sudah
mendarah daging sejak sebelum menikah sangatlah penting untuk
dicermati sebelumnya. So, bagi yang belum menikah pandai-pandai
melihat baik-buruknya calon pasangan kita.
Sebagai manusia, kita dianugerahi kemampuan untuk menganalisis,
meski hasil akhir tetap ditentukan yang di Atas.
Perlu diingat, meski isteri kodratnya mengabdi pada keluarga,
termasuk suami dan anak. Isteri juga seorang manusia bukan
wonder woman (kaya lagunya si mahluk seksi aja).
Meski ikhlas dan pasrah tertanam di benak, bagaimanapun caranya
kelelahan fisik dan jiwa yang tersembunyi akan tampak juga ke
permukaan. Hal ini yang harus dicegah oleh para suami.
Selasa, 06 Mei 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar