Rabu, 16 Juli 2008

3 Days 2 Nights in Yogyakarta

Ide untuk pergi ke kota yogyakarta di jawa tengah bermula dari datangnya liburan anak sekolah. Meski usia anak baru 4 tahun 7 bulan, rasanya menyenangkan bawa dia jalan-jalan ala semi backpacker. So, jauh sebelum pembagian raport pencarian informasi sudah dimulai.

Mulai dari transportasi, berdasarkan beberapa pilihan antara lain pakai bus, travel car (minibus), kereta api atau mobil. Akhirnya diputuskan untuk menggunakan kereta api menimbang ongkos dan kenyamanan perjalanan pulang dan pergi yang lumayan jauh. Berdasarkan pengalaman waktu kuliah dulu, di musim liburan sekolah, dapet tiket kereta api lumayan susah kalau kita beli pas hari keberangkatan. So, sebelum sempat googling tempat wisata yang akan dikunjungi di yogya, langsung deh meluncur ke stasiun kereta api bandung dan beli 3 buah tiket pulang pergi. Untung cepet-cepet beli, bayangin aja, sekitar 3 minggu sebelum kerangkatan aja cuma tersisa beberapa seat. Lucky me! masih kebagian tempat duduk dalam satu jajar.....

Berhubung tiket sudah dibeli, tidak ada lagi kata2 "mundur". So, bergegaslah browsing penginapan. Masalahnya, kalau cari murah buanyak banget, tapi kalau murah sekaligus nyaman, itu yang rada-rada repot. Yaaaah, ada duit ada kualitas, sedangkan yang aku mau duit pas-pasan dapet kualitas yang bagus (he….he…kemaruk)
Dari sekian banyak penginapan (hotel, guest house, homestay), pilihan jatuh sama satu guest house yang bisa mengakomodasi semua kriteria antara lain, tidak terlalu jauh dari tempat wisata, fasilitas internalnya yang cukup, mudah dijangkau sarana transportasi umum (becak, andong, bis kota), Dll. Booking langsung deh untuk 2 malam.

Yang terakhir dicari adalah sarana transportasi yang bisa kita pakai untuk menjangkau daerah wisata yang lumayan jauh sampai ke luar kota yogyakarta. Thanks to google, ada satu rental car yang lumayan, dipandang dari harga, jumlah jam sewa dan fasilitas tambahannya.

Tiga hal utama di atas yang kudu dipastikan sebelum keberangkatan sudah fix semua.
Lo? masalah duit kelupaan deh....He..he...he....

Catatan Perjalanan

Jam tujuhan malam, saya, suami dan anakku sudah stand-by di stasiun Bandung bagian Utara menunggu keberangkatan kereta api Lodaya jam 20.00. Berhubung pulang dari kantor belum makan malam, jadinya beli hokben paket, itu juga seadanya (keabisan pilihan). Seperempat jam sebelum kereta berangkat, kita dah duduk di tempat masing-masing. Wuiiih, musim liburan gini, semua seat penuh penumpang, cuma sebelahku aja yang kosong. Lucky me!!!

Stasiun Bandung

AC keretanya dingin banget, untung aja bawa jaket dan kaos kaki. Dikasih selimut dan bantal pula. So, cepet-cepet cari posisi tidur yang paling nyaman. Ngga lama sejak kereta mulai berjalan, aku dah tidur dengan posisi melingkar kayak ulat. Duuuh enaknya. Sayang, belum begitu lama tidur, pramugara kereta nyolek kaki bangunin aku soalnya ada penumpang baru yang mau duduk. Mau ga mau, posisi tidurnya berubah jadi duduk sampai tiba di stasiun Tugu jam 04.20. Meski rasanya bisa tidur dan sempet mimpi segala, tapi kok berasa cape yaah? Lumayan pegel juga kaki, gara-gara ngegantung lama kali.

Hari Ke-1

1. Stasiun Tugu

Baru aja sampai di stasiun Tugu, adzan subuhpun berkumandang dari mesjid kecil yang ada di dalam stasiun. Bergegas kita cari kamar mandi yang letaknya di bagian belakang stasiun bersebelahan dengan mesjid. Setelah buang air kecil dan mengambil air wudlu terus shalat subuh. Mungkin karena masih subuh, airnya terasa lumayan dingin dan ga terlalu jernih dan rasanya agak tawar.

Setelah selesai shalat subuh, kita keluar dari stasiun dan menunggu jemputan dari rental mobil Berlian yang dijanjikan jam 6 pagi. Berhubung masih lama, akhirnya kita jalan-jalan ke depan stasiun menuju jalan malioboro, lalu berhenti dan duduk di bangku kayu yang ada tepat di depan Kantor DPRD Yogyakarta. Seorang tukang becak namanya pak Umar datang menghampiri dan menawarkan jasanya untuk mengantar kami keliling kota. Sebetulnya, kami memang punya rencana untuk berkeliling kota memakai becak, tapi itu rencana untuk hari kedua. Hari pertama ini, lokasi tujuan kami jauh dari pusat kota. So, mohon maaf, kami ga bisa pakai jasanya pak Umar yang ramah ini.

Tidak lama menunggu, mobil Avanza berwarna silver berhenti di depan kita, seorang sopir berperawakan sedang, berkulit sawo matang memakai jaket kulit hitam keluar dari mobil dan menghampiri kita. Sopir bernama Pak Irwan inilah yang kemudian mengantar kita langsung menuju Candi Borobudur.

2. Candi Borobudur, Candi Budha peninggalan terbesar abad ke-9

Dari Malioboro, kita berbalik arah melanjutkan perjalanan menuju Candi Borobudur . Melintasi jalan raya Magelang yang masih terasa lengang dan mulai terasa hangatnya sinar matahari masuk ke dalam mobil.

Berhubung Pak Irwan termasuk tipe orang yang suka bercerita, jauhnya perjalanan yang lebih dari 40km tidak begitu terasa jadinya. Sepanjang perjalanan, kita bisa temui banyak pedagang patung dan kerajinan yang terbuat dari batu Candi. Mulai dari yang berukuran kecil (cobek) sampai patung yang besar dan tingginya sebesar anak gajah lumayan membuat mata kita melirik. Melihat kerajinan batu candi ini mengingatkan saya pada masa-masa sekolah dulu. Setiap ada karyawisata ke Yogyakarta, ibuku pasti beli atau titip oleh-oleh berupa cobek (wualah....beuratnya tas waktu dibawa pulang)

Sebelum tiba di Candi Borobudur, kita melewati candi Mendut yang berukuran kecil. Hanya beberapa gelintir orang saja terlihat di sana. Kawasan Candi Mendut juga tidak begitu luas bahkan mungkin lebih kecil dari lapangan sepak bola.

Pukul 08.00, kita sudah sampai di pelataran parkir Candi Borobudur yang dipenuhi oleh pedagang kerajinan tradisonal Jawa yaitu batik, wayang, perhiasan, dll, kita langsung membeli tiket dan masuk. Panas matahari mulai terasa menyengat. Untungnya ada layanan jasa kereta mini yang mesinnya menggunakan mesin diesel truck menuju muka Candi Borobudur. Waaaaah, paling enak duduk di belakang masinis (atau sopir?). Dalam hitungan menit kita sudah sampai di depan Candi Borobudur. Butuh beberapa langkah saja menuju kaki candi yang terletak di ketinggian. Lumayan tersengal-sengal juga menapaki anak tangganya.

Candi Borobudur


Sayang, meski masih termasuk kedalam salah satu peninggalan Dunia yang dilestarikan , saat ini Borobudur tidak lagi termasuk dalam Tujuh Keajaiban Dunia.

Menceritakan kembali dari yang tertulis di situs www.Yogyes.com, Candi ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha. Menurut sejarah, Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.

Tinggi bangunan Borobudur 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Bangunan yang berbentuk punden berundak ini terdiri dari 10 tingkat, yaitu:

1. 6 Tingkat paling bawah yang berbentuk bujur sangkar:

a. Kamadhatu : Bagian dasar yang melambangkan manusia yang masih terikat nafsu

b. Rupadhatu: Melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkatan ini patung Budha diletakkan terbuka

2. 3 Tingkat di tengah yang berbentuk lingkaran (Aruphadatu): melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang

3. 1 Tingkat teratas yang berupa Stupa Budha menghadap ke Barat(Arupa) melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.

Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap tingkatan di atas melambangkan tahapan kehidupan manusia yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.

Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).

Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa' berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.

Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.

Selain objek wisata utama Candi Borobudur, terdapat juga museum-musem di sekitarnya, salah satunya museum Unik dan Langka.

3. Museum Unik dan Langka

Setelah puas menjelajahi Candi Borobudur dan berfoto ria di sekitarnya, tepat di bawah tangga keluar kawasan Candi kita disambut oleh banyaknya baliho mengenai Museum Unik dan Langka yang dipasang sepanjang jalan setapak menuju museum. Di depan museum, kami dipersilakan masuk oleh seorang pramuwisata.

Selain baliho tadi, kami juga melihat segala macam spanduk yang menawarkan produk jamu keluaran perusahaan Jamu Jago pimpinan Jaya Suprana yang ternama itu. Begitu pula sesampainya di dalam museum, kita dapat temui beratus dokumentasi pemecah rekor MURI dan Guinnes Book of Record.

Sepertinya museum inipun disponsori pengusaha Jamu Jago tersebut, apalagi tepat di muka pintu museum yang merupakan bangunan bertingkat dua ini terdapat gerai minuman jamu produk jamu jago.

Di tingkat pertama, kita temui berbagai macam ukiran tradisional Indonesia mulai dari wayang golek, patung suku asmat, topeng, topeng terkecil yang disimpan dalam kaca dan baru jelas terlihat jika kita melihat kedalamnya menggunakan kaca pembesar yang disediakan.

Yang menarik perhatian saya, yaitu lukisan bakar atau abu ya? Lupa. Yang pasti lukisan itu terdiri dari dua macam warna saja yaitu putih sebagai dasar kain kanvas dan satu macam lagi warna coklat kehitaman yang didapat dari cara membakar obat nyamuk bakar yang disentuhkan ke kanvas sambil ditiup-tiup sehingga menghasilkan gambar yang artistik dan sangat hidup. Nama pelukisnya saya lupa,yang jelas dia juga termasuk ke dalam rekor MURI. Lukisan ini diletakkan tepat sebelum anak tangga menuju ke lantai 2.

Di lantai dua, selain karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, juga banyak terdapat foto dokumentasi pemecah rekor nasional dan internasional. Isi dokumentasinya memang unik dan langka. Ada juga sebuah buku cerita berukuran sangat besar, setiap halamannya lebih besar dari daun pintu (berat banget kali yah bolak-balik halamannya), ada juga sebuah kemeja batik raksasa yang beratnya mencapai 3 angka (baca: ratusan kg). Wah, pokonya macam-macam deh….

Di museum ini, kami hanya menghabiskan waktu sebentar saja berhubung masih belum makan nasi (di stasiun tugu sih udah sarapan roti), jadi rasanya ingin cepat-cepat menuju tempat makan yang enak.

Pak Irwan mengantar kami ke sebuah restoran prasmanan di jalan raya Magelang. Di sana kami makan lumayan lahap. Sop buntutnya uenak tenan, oseng daun pepayanya juga segar dan ngga pahit, telur puyuh bumbu kecap, ayam bakar, sambel goreng kentang dan tempe, belum lagi ditambah cha kikil yang gurih dan legit di lidah. Ditutup dengan es jeruk dan the botol sebagai penetralisasi lemak. Mmmmmmm…..Semuanya hanya Lima Puluh enam ribu rupiah.


4. Jum’atan di Sleman

Berhubung waktu sudah menunjukkan jam sebelas-an, kami memutuskan untuk mampir ke mesjid terdekat untuk shalat jum’at. Dipilihlah Masjid Raya Sleman yang bangunannya sangat khas masjid jaman dahulu yang terdiri dari dua pundak atap dan disokong oleh satu pilar besar di dalam mesjid. Banyak juga yang jum’atan di sana. Selama lebih dari sejam berada di mesjid yang halamannya cukup luas dan dipenuhi pepohonan yang menaungi mobil dari panas matahari yang lumayan menyengat dan silau.

Awalnya kami berencana untuk mengunjungi Tugu Monumen Yogya Kembali, tapi ketika sampai di pelataran parkir yang terlihat hampir kosong dan melihat kearah museum yang juga kelihatan sepi pengunjung, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan saja perjalanan menuju Pusat Kerajinan Perak di Kotagede.

4. Kotagede

Untuk menyingkat waktu, Kami meminta Pak Irwan untuk mengantar kami hanya ke sebuah pusat kerajinan Perak yang paling terkenal dan ramai dikunjungi wisatawan asing atau domestik yaitu Anshor’s Silver. Pelataran parkir yang terletak di muka toko ini, agak menanjak dan tidak terlalu luas. Dibanding toko-toko lain, Anshor’s silver ini memang kelihatannya lebih ramai.

Bangunannya terdiri dari 3 bagian utama, yaitu samping depan kiri adalah toko, tengahnya restoran, dan samping depan kanannya gudang dan kantor, ada juga toko makanan kecil.

Tujuan utama sih ke toko peraknya. Di bagian dalam toko ini terdapat ruangan produksi kerajinan perak yang bisa dilihat langsung oleh pengunjung toko. Semua kerajinan dari perak dipajang di etalase-etalase yang tersebar di setiap bagian toko. Banyak sekali macamnya, mulai dari perhiasan terkecil berupa anting, cincin, gelang, sampai ke peralatan makan sendok, gelas, piring, nampan, dll, juga miniatur-miniatur objek wisata khas yogyakarta seperti candi borobudur, prambanan, dan yang lainnya.

Rentang harga yang dibandrolpun sangat bervariasi mulai dari yang termurah Rp. 20,000 sampai yang harganya puluhan juta tersedia. Melihat persediaan duit terbatas tapi keukeuh ingin punya kenang-kenangan, akhirnya beli yang imut-imut aja sekalian buat oleh-oleh keponakan yang centil-centil.

Setelah puas melihat-lihat, waktu masih menunjukkan jam dua-an, so masih banyak waktu untuk menuju Pusat Kerajinan Batik yang terletak di dekat jalan Prawirotaman. Ada beberapa toko yang sekaligus dijadikan showroom pembuatan batik secara langsung. Kamipun mengunjungi salah-satunya.

5.Belajar Batik

Kami memasuki salah satu toko saja. Di dalam toko ini terpajang berbagai produk batik dari batik tulis, cap, atau gabungan keduanya yang diaplikasikan pada beberapa macam kain yaitu katun , rayon dan sutra alam yang memang paling cocok untuk dibatik. Harga yang dibandrol lumayan mahal juga. Untuk ukuran sebuah celana panjang batik gombrang terbuat dari katun harga yang paling murah rata-rata 150 ribuan ke atas. Kain katun panjang dan sarung untuk wanitapun paling murah 200 ribuan.


Rangkaian Proses Membatik (baca mulai dari kanan ke kiri)


Studio pembuatan batik terletak di bagian paling belakang toko. Setiap pengunjung yang ingin belajar membatik sederhana di atas sepotong kain ukuran paling besar seukuran kertas folio ini dikenakan biaya sebesar 25 ribu rupiah perlembar.


Proses Mencanting

Semua proses pembuatan batik sederhana diikuti oleh para siswa. Mulai dari menggambar bentuk dengan pinsil di atas kain katun, mencanting (menorehkan lilin/malam batik di atas gambar), mencelup kain yang telah selesai dicanting, menghilangkan lilin dengan cara memasukkan kain ke dalam air panas sehingga lilinnya lepas dan selesailah proses membatik secara sederhana tersebut. Seru banget…..

Setelah puas mencoba membatik, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Parangtritis.


6. Pantai Depok, Parangtritis

Dari jalan raya Parangtritis di Yogyakarta, mobil melaju kencang ke arah selatan, melewati kota Bantul yang tahun 2006 luluh lantak ditimpa gempa dengan kekuatan 5.8 skala richter. Masih terlihat beberapa bangunan di pinggir jalan yang belum diperbaiki. Menurut Pak Irwan, jalan raya aspal yang kita lewati ketika gempa terjadi malah terbelah. Tapi jangan khawatir, jalan rayanya sekarang amat sangat mulus dan enak dilewati.

Kami ingin mencoba mengunjungi pantai lain yang berdekatan dengan Parangtritis yaitu Pantai Depok. Pantai ini terletak tepat sebelah kanan pantai Parangtritis dari arah Yogya. Jalan Rayanya mulus dan bagus, meskipun lebar jalannya agak kecil dan belum begitu banyak bangunan di samping kiri-kanan jalannya. Agak sepi memang. Malah, sebelumnya kami pikir di pinggir pantainyapun pasti hanya sedikit pengunjungnya. Ternyata dugaan itu salah. Sesampai di gerbang pantai, menuju pelataran parkir, sudah terlihat lumayan penuh oleh kendaraan pengunjung.

Pantai Depok

Memang, dibanding Pantai Parangtritis, pantai ini tidak terlalu luas, pedagangnya hanya sedikit. Oleh karena tidak terlalu banyak pengunjung lalu lalang, rasanya enak dan nyaman. Ada beberapa orang bermain layang-layang ukuran besar. Sebelum sampai di bibir pantai, banyak perahu nelayan parkir. Ombak dan anginnya lumayan besar.

Untuk ukuran pantai selatan, Kawasan sekitar Parangtritis ini, termasuk pantai Depok memang berbahaya untuk dijadikan tempat berenang, main air sekalipun, karena pantainya termasuk pantai yang curam dimana terdapat palung yang dalam tepat setelah bibir pantainya. Memang kalau diperhatikan, antara pasir di pinggiran pantai dan laut itu berjarak sangat dekat (terlihat dari warna air laut yang tembus pandang). Tidak ada seorangpun pengunjung terlihat berenang. Semuanya hanya berani bermain pasir, layang-layang dan berlarian jika ombak besar datang. Seru juga…

Puas bermain pasir, kami mandi di kamar mandi umum yang ada di sekitar pantai. Meski masih jam 5-an, tapi cacing dalam perut kami sudah berontak. Kamipun, bergegas memesan sea-food yang disediakan sebuah rumah makan lesehan yang terletak di paling depan, berhadapan dengan pantai. Sambil menunggu makanan disajikan, kami menikmati sunset meski agak kedinginan akibat angin yang sangat kencang.

Menu yang kami pesan adalah Kakap merah bakar, Bawal hitam goreng garing, Cumi asam manis pedas (masing-masing ½ kg), nasi dan teh panas manis untuk 4 porsi, dilengkapi dengan sambal kecap dan terasi serta lalab kemangi dan mentimun. Semuanya kurang dari 75 ribu rupiah saja. Waaaa………..sedap.


7. Kampung Turis Prawirotaman

Tepat waktu maghrib kita sudah tiba di jalan Prawirotaman. Kawasan ini terkenal dengan nama “Kampung Turis” karena disini terdapat banyak sekali Penginapan dari, homestay, guest house sampai hotel. Kita juga bisa dengan mudah menjumpai turis asing berlalu lalang di sekitar jalan ini.


Duta Guest House


Setelah sampai di “Duta Guest House” tempat kami menginap, kami langsung check-in dan menuju kamar berukuran standar double dengan pemandangan taman dan kolam renang tepat di depan kamarnya. Fasilitas lain yang ada di penginapan ini adalah AC, bathtub, handuk setiap hari ganti, sabun dan makan pagi untuk dua orang (anak dibawah 5 tahun tidak dikenakan biaya tambahan), juga ngga kalah penting fasilitas internet gratis yang bisa dipakai bergantian mulai dari jam 10 pagi. Lumayan untuk browsing objek wisata atau lainnya.

Malam ini, kami hanya beristirahat saja di penginapan. Setelah seharian berkeliling, hanya tidur saja yang ingin kami lakukan untuk mempersiapkan tenaga baru buat keesokan hari yang rencananya mengunjungi objek wisata dan kuliner di seputar pusat kota yogyakarta.

Hari Ke-2
1. Taman Sari Water Castle

Mengawali hari dengan berenang, itulah yang dilakukan anak semata wayangku. Berhubung perlengkapan renang sudah dipersiapkan dari Bandung, jadilah acara berenang yang menyenangkan. Meski kolam renang di penginapan tidak terlalu besar, namun cukup memadai. Selesai acara berenang dan semua sudah sarapan pagi dengan nasi goreng dan roti selai, kamipun siap-siap berangkat.

Di muka penginapan, sudah ada seorang tukang becak menawarkan jasanya. Dia seorang kakek-kakek yang masih sehat walafiat dan sudah menjalani profesi sebagai tukang becak selama 27 tahun. Meski ketujuh anaknya sudah mandiri bahkan ada yang tinggal di Seattle USA, mbah Jan nama tukang becak ini, tidak mau berhenti dari pekerjaannnya. Bagi dia, merupakan kepuasan tersendiri mendapatkan uang dari hasil keringat sendiri.

Alun- Alun Selatan

Dari penginapan, kita langsung menuju area keraton. Memasuki gerbang menuju Alun-alun selatan, kami melihat ada dua buah pohon beringin besar berada tepat di tengah alun-alun. Jarak antara dua beringin ini sekitar 12 meteran, mungkin lebih. Menurut cerita mbah Jan, jika malam hari banyak sekali orang berkumpul di alun-alun ini untuk mencoba berjalan (dengan keadaan mata tertutup) melalui celah di antara kedua beringin ini. Ajaibnya, sangat jarang orang yang bisa melewatinya.

Cerita tersebut bikin penasaran untuk mencoba saat itu juga. Lucu sekali, selagi suami saya mencoba, saya perhatikan sambil merekam langkahnya memakai digicam. Sekitar lima meter awal, langkahnya masih lurus tetapi apa yang terjadi kemudian? Tiba-tiba dia berbelok sekitar 45 derajat ke arah kiri. Kalau diteruskan, pasti membentur dinding pembatas pohon beringin yang berada di sebelah kiri. Sebanyak tiga kali dicoba, terus gagal seperti itu. Weleh, ada-ada aja. Berbeda dengan yang dilakukan suami, ada seorang pengunjung lainnya mencoba dengan cara berlari, dan dia berhasil melewatinya.

Setelah mencoba dan gagal, kamipun melanjutkan perjalanan menuju Taman Sari Water Castle yang tidak jauh dari alun-alun selatan. Setelah membeli tiket, tanpa diminta seorang lelaki setengah baya menghampiri dan langsung menyertai kami sambil menceritakan sejarah Taman Sari tersebut. Rupanya dia seorang pramuwisata. Memasuki gerbang utama, kami melayangkan pandangan ke sekeliling taman yang dipenuhi tanaman dan pohon yang subur dan rindang, baik yang ditanam di dalam vas besar yang terbuat dari semen, maupun langsung ditanam di tanah. Kalau diperhatikan, pintu-pintu, baik yang terbuka maupun berdaun pintu, kebanyakan tidak terlalu tinggi, bahkan seringkali kita harus melewatinya dengan menundukkan kepala untuk menghindari benturan. Tindakan melewati gerbang dengan agak menundukan kepala ini ternyata memiliki filosofi bahwa sebagai manusia, kita itu harus selalu sopan dan rendah hati.

Area Taman Sari ternyata cukup luas, didalamnya terdapat kolam pemandian yang lumayan besar dan dilengkapi dengan tempat peristirahatan. Ceritanya , Sultan bersama dengan seorang selir yang sebelumnya telah dia pilih untuk mandi bersama di pemandian dan setelah itu baru beristirahat di tempat ini. Letak bangunan peristirahatan ini ada di sebelah kiri dari pintu gerbang masuk ke kolam.

Ruangan untuk beristirahat

Yang menarik perhatian saya adalah sebuah kamar yang letaknya di sebelah kiri di dalam bangunan peristirahatan Sultan. Di dalamnya terdapat dipan terbuat dari kayu. Di bawah dipan tersebut, ada tiga lubang seperti tungku. Ternyata, memang fungsinya sebagai tungku pemanas dimana arang (kayu bakar?) dimasukkan di dalamnya sehingga dipan diatasnya terasa hangat. Weleh… weleh…. panasnya seperti sauna ngga ya? Atau supaya serasa hangat saja (dulu yogya dingin ngga ya?) setelah mandi di kolam.


Di depan kamar ini ada kamar yang berfungsi sebagai tempat menyimpan dan ganti baju. Ada Rak penyimpanan juga. Keren deh…





Ruangan penyimpanan dan ganti baju


Bangunan yang terdiri dari tiga tingkat ini, tingkat ke-2 dan ke-3 nya digunakan sebagai tempat untuk menikmati pemandangan sekitar sekaligus tempat pengawal menjaga keamanan. Di setiap tingkatnya terdapat jendela besar berteralis kayu lurus secara vertical. Dari balik teralis tersebut kita bisa melihat keseluruhan bagian pemandian.

Pemandangan pemandian diambil dari tingkat dua

Di sekitar kolam pemandian dipenuhi juga dengan pot besar berisi tanaman. Rasanya membuat kita ikut membayangkan bagaimana suasana pemandian pada jaman dahulu kala. Duuuh, jadi kayak dongeng putri. Setelah puas menelusuri setiap bagian bangunan, kami melanjutkan perjalanan menuju gerbang berikutnya. Jangan lupa menunduk!

Di bagian belakang taman sari terdapat sebuah rumah yang dipakai sebagai showroom lukisan batik. Lukisan-lukisan ini hasil karya penduduk setempat. Berhubung bukan produk massal, harganya lumayan mahal. Untungnya kita bisa melakukan penawaran dan saya menawar lebih dari 65% dari harga semula. Dan ternyata berhasil. Senangnya….atau jangan-jangan masih kemahalan juga?

Bapak Guide (lupa, ngga nanyain nama) mengajak kami melanjutkan perjalanan keluar dari areal Taman Sari menuju perkampungan di sekitarnya. Semula kami keheranan, memangnya mau dibawa kemana lagi? Ternyata ada sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat putri mengambil air wudlu.

Untuk memasuki sumber air tersebut, kita harus turun melewati lorong dengan beberapa puluh anak tangga. Lorong dan bangunan ini dilindungi oleh dinding bata bersemen yang tebal.





Lorong masuk tempat wudlu


Sesampainya di bagian paling dasar dimana tempat mengambil wudlu tersedia, kami memandang kearah atas dimana atap yang berada di tengah bangunan yang seharusnya menutupi tempat itu sudah tidak ada, hancur akibat gempa tahun 2006. Sayang juga, tapi ada baiknya juga, tempatnya jadi terang, tidak gelap seperti gua.






Tempat Wudlu


Setelah tempat wudlu masih ada dua bangunan lain yang salah satunya tinggal puing-puing belaka, dan bangunan lainnya berupa lorong panjang berbenteng sebagai jalan keluar putri keraton yang kemudian dijemput oleh sultan di luar gerbang. Berasa napak tilas nih….

Lorong jalan keluar merupakan bangunan terakhir di luar Taman Sari.









Di luar Mbah Jan sudah menunggu kami untuk melanjutkan perjalanan menuju Kraton Yogyakarta.


3. Kraton Yogyakarta

Di halaman masuk Kraton Yogya, sudah banyak pengunjung yang datang. Baik rombongan maupun perseorangan, baik asing maupun domestik. Setelah membeli tiket masuk, kami bergegas menuju gerbang dan langsung masuk ke halaman keraton. Setiap hari minggu, pihak keraton menyelenggarakan pertunjukkan wayang kulit yang bisa dinikmati pengunjung.



Pertunjukan Wayang Kulit



Di sekeliling keraton bagian dalam bisa ditemukan museum-museum yang isinya berupa segala macam koleksi keraton dari jaman jauh sebelum Sultan Hamengku Buwono IX. Pokoknya lengkap deh sampai ke sisa merica butiran dari dapur pun ada terpajang.


4. Gudeg Wijilan

Hari sudah menunjukkan lewat dari jam 12. Perutpun sudah berteriak kelaparan. Segera kami menuju Jalan Wijilan yang terkenal sebagai pusat makanan khas Yogya, yaitu Gudeg. Sepanjang jalan Wijilan dipenuhi oleh pedagang, terutama gudeg. Kamipun berhenti di sebuah rumah makan yang kelihatannya ramai pengunjung (indikasi makanan enak atau murah?). Ketika kami mengajak Mbah Jan untuk makan bersama, dia menolak dengan alasan menunggui becaknya. Yah, sudahlah, nanti kami pesan untuk dibungkus saja.

Puas dengan makan siang bersama gudeg dan pelengkapnya yaitu krecek kulit, opor ayam kering dan sambal terasi kami melanjutkan lagi perjalanan menuju Taman Pintar.


5. Taman Pintar

Sepanjang jalan menuju Taman Pintar, kantuk sudah mulai terasa apalagi diterpa angin alami dan panasnya matahari menambah rasa kantuk kami. Ternyata Taman Pintar yang kami masuki masih belum selesai seluruhnya. Ada beberapa bagian bangunan yang masih berantakan. Namun hal tersebut tidak mengganggu perjalanan para pengunjung.

Di dalam gedung utama, para pengunjung disuguhi dengan beragam alat peraga yang ada hubungannya dengan Ilmu alam dan teknologi. Selain dibuat oleh lembaga pemerintahan seperti LIPI, ada juga alat peraga yang diciptakan oleh siswa SMP dan SMU. Sepertinya perusahaan teknologi juga digandeng untuk ikut mensponsori Taman Pintar ini karena di dalamnya juga terdapat beberapa alat peraga buatan mereka.




Ruangan Simulator gempa


Masih berada di dalam gedung yang sama namun di luar ruangan peraga, kami menemui jajaran toko buku bekas dan baru(seperti Palasarinya Bandung), Food court dan tempat game anak yang harus dibayar dengan cara membeli koin.

Di bagian luar gedung, terdapat halaman yang luas dimana di dalamnya dilengkapi bermacam permainan anak. Gratis lo mainannya. Tidak perlu cemas jika anak kita lapar atau haus karena di sana disediakan juga kios-kios makanan, dan sebagai pengantar anak disediakan banyak bangku yang nyaman dan teduh.

Sebetulnya masih ada satu tempat yang ingin kami kunjungi, yaitu benteng Vraderburg. Namun, mata dan badan ini tidak mau diajak kompromi. Rasanya benar-benar capai dan ngantuk. Setelah puas mengelilingi taman pintar akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke penginapan dan melanjutkan perjalanan setelah maghrib.


7. Mirota Batik

Setelah maghrib kami tetap menggunakan jasa mbah Jan untuk mengantar kami menuju kawasan Malioboro. Ada satu toko yang sangat terkenal bernama Toko Mirota. Toko ini menjual segala macam kerajinan batik dan cinderamata.

Oleh karena kami datang di saat musim liburan sekolah panjang, bukan jalan Malioboro saja yang penuh pengunjung, toko yang satu inipun benar-benar penuh juga. Susah sekali untuk bergerak, karena di setiap lorong gerainya dipenuhi pengunjung yang juga melihat-lihat dan mencoba barang. Duuuh, meski sebenarnya tidak nyaman, namun semangat mencari sesuatu yang unik tidak kalah sama sekali. Rentang harga produk batiknya sangat beragam, dari yang termurah sampai amat mahalpun tersedia.

8. Malioboro

Oh iya, kami belum makan malam, jadi puas ngga puas, perut lebih utama. So, kami keluar dari toko dan berjalan di sepanjang Malioboro untuk mencari makan. Memang tempat makan lesehan belum banyak dibuka, karena masih banyak pedagang kaki lima di sepanjang jalan Malioboro yang belum menutup dagangannya. Namun, ada beberapa yang lahannya sudah mulai kosong diisi oleh tikar-tikar yang mulai digelar.

Akhirnya, kami hanya jalan-jalan saja dan membeli makanan ringan tradisional untuk pengisi perut. Kami memutuskan untuk makan di pedagang kaki lima dekat dengan Prawirotaman. Kali ini Mbah Jan tidak begitu tepat merekomendasikan tempat makan, karena sea food yang kami makan rasanya biasa saja tapi harganya lumayan muahal. Setelah makan , kami langsung kembali ke penginapan dan tertidur pulas.


Hari Ke-3

Hari terakhir kunjungan kami di Yogya ini kami isi dengan berkunjung ke tempat-tempat berikut:
1. Toko Antik Moessen

Toko ini letaknya tepat di depan “Duta Guest House”. Pemilik toko ini adalah seorang berkebangsaan Jerman yang telah tinggal di Indonesia selama 20 tahun. Sambil menunggu Pak Irwan menjemput, kami melihat-lihat Isi tokonya yang beraneka ragam, kebanyakan adalah barang antick yang sudah berusia puluhan tahun, barang yang usianya relatif barupun kelihatan unik dan langka.

Layaknya mengunjungi museum, mata kami disuguhi barang-barang yang mengagumkan. Ada kulkas jaman baheula yang kemasan luarnya terbuat dari kayu jati, dan didalamnya dilapisi semacam aluminum, lalu ada juga standing compass yang diambil dari sebuah kapal laut dan masih berfungsi dengan baik, ukiran china yang terbuat dari gading (atau tulang ya?), fosil pohon yang sudah jadi batu, alat makan dari perunggu, kipas angin besi jaman dulu produksi GE, lemari penyimpanan besi yang bueraaaatnya ga nahan, kursi kulit, altar ukiran china, cincin, dll.

Harganya sudah pasti mahal-mahal. Ada satu cincin perak bermata hitam yang menarik perhatian (katanya sih perak 92.5%). Ternyata asalnya dari Thailand. Dengan sedikit bujuk rayu pada suami dan menawar pada pemilik toko, akhirnya dapat juga dengan harga yang lumayan.

2. Candi Prambanan

Jam sebelasan, jemputan kami datang dan kami langsung menuju Candi Prambanan yang ternyata masih dalam keadaan direnovasi. Jika melihat keadaan dan dokumentasi yang dipampang di muka Candi, Gempa bumi tahun 2006 lalu benar-benar menghancurkan sebagian Candi ini. Bahkan katanya masih diperlukan lima tahun dan biaya jutaan dollar untuk merenovasinya. Sungguh disayangkan, Candi ini merupakan Candi agama Hindu terbesar yang ada di Indonesia dan termasuk ke dalam peninggalan dunia yang dilindungi.


Candi Prambanan

Saat itu, pengunjung sama sekali tidak boleh masuk atau menaiki candi. Kami hanya bisa mengelilingi sekitar Candi saja yang dihalangi oleh pagar pembatas.

Di bagian depan candi, setelah melewati taman perdamaian, terdapat taman bermain yang berisi ayunan dan jungkit-jungkitan. Di areal bermain ini dipenuhi pohon yang cukup menaungi sehingga terhalang dari sinar matahari. Wuiih, Yogya betul-betul panas....


2. Kaliurang

Dari Kawasan Candi Prambanan yang panas, kita menuju dataran tinggi kaliurang yang sejuk dan segar. Sebetulnya di sekitar kaliurang terdapat beberapa objek wisata yaitu, kawasan padang golf, wisata bekas lelehan lava, dan taman rekreasi. Oleh karena kami membawa anak balita, kami memutuskan untuk mengunjungi taman rekreasi saja.

Taman Bermain


Sungguh disayangkan, taman rekreasi ini kurang begitu terawat. Alat-alat bermain dan bangunan-bangunan yang ada di dalamnya tampak kusam karena berkarat dan catnya sudah mengelupas sehingga warna besi yang coklat kehitaman tampak jelas. Meski demikian, rerumputannya dipangkas pendek sehingga banyak pengunjung yang membawa atau menyewa tikar bisa lesehan atau berbaring santai diatasnya.

Di bagian luar Taman rekreasi terdapat sebuah villa tua yang sebagian besar cat kayu jendelanya terkelupas. Sedikit mengerikan jika membayangkan malam datang dan melihat gedung tersebut (terlalu banyak nonton film hantu kali)

Di bagian paling belakang ada kolam renang yang tidak terlalu besar. Pengunjung kolam renang itu hanya sedikit, mungkin karena airnya dingin.

Seingat kita, dari Candi Prambanan tadi, kami belum makan siang padahal waktu sudah menunjukkan lebih dari jam tiga. Di sepanjang jalan Kaliurang agak sulit menemukan tempat makan. Akhirnya di jalan Pakem Turi KM.3, Sleman, kami berhenti di sebuah restoran yang unik.

RM Boyong Kalegan

Nama restoran tersebut “ RM Boyong Kalegan“, entah apa artinya dalam bahasa Indonesia. Suasananya mengingatkan kami pada “Kampung Sawah” atau “Riung Panyaungan” yang ada di kabupaten Bandung. Hanya di tempat ini ada kelebihan lain yaitu, kita bisa menaiki rakit yang terbuat dari bamboo di kolam yang lebih tepat disebut danau kecil ini. Banyak batu besar alami sisa letusan jaman dahulu yang terletak secara acak di sekeliling kolam menambah keunikan tempat makan ini, apalagi saung-saung tempat makannya diletakkan di atas air, di sekeliling danau.

Satu porsi makanan di restoran ini lumayan banyak dan mengenyangkan. Dengan suasana yang disuguhkan, harga sajian yang dihidangkan juga tidak terlalu mahal. Kami menyantap ayam bakar, sayur asem, nasi goreng, karedok, tahu penyet, es kelapa, jus dan susu soda dan total yang kami bayar Rp. 75.900 saja. Buat Sopir yang membawa pengunjung, ada service makan gratis yang disediakan oleh restoran ini.

3. Salak Pondoh

Berkunjung ke Yogyakarta, tidak puas rasanya kalau belum menyantap salak pondoh yang kebetulan kami lewati sentra perkebunannya. Sepanjang jalan pulang dari kaliurang menuju kota, kami temui perkebunan salak pondoh dan tidak luput juga pedagangnya. Harga yang ditawarkan Rp 6,500 per kg. Kami hanya bisa menawar seribu rupiah saja. Tidak sabar mencicipi rasa khas salak pondoh yang manis melulu melewati lidah dan kerongkongan kami.

Tidak jauh dari sentra salak pondoh, suami saya yang suka tanaman hias menyempatkan diri mengunjungi salah satu sentra tanaman hias terbesar di sana. Ya, isinya sudah pasti melulu tanaman hias dari yang termurah sampai termahal (anthurium, sansivierra, adenium, dll).

4.Duren

Di depan gedung TVRI Yogyakarta ada beberapa pedagang duren. Kami mencoba salah satunya. Duren-duren yang ada di sana, menurut pedagangnya berasal dari Wonosobo. Harga berkisar antara rp 10,000~30,000 perbuah dan rasa tidak jauh berbeda dengan yang ada di Bandung.


5. Pathuk

Oleh-oleh makanan khas Yogya lainnya yaitu Bakpia. Sentra produksi dan pedagangnya terletak di jalan Pathuk sehingga terkenal dengan nama “Bakpia Pathuk”. Jalannya hanya bisa dilalui dua kendaraan, jadi agak tersendat di musim liburan yang penuh dengan kendaraan turis.
Kami membeli bakpia di toko “25”. Selain bakpia, toko ini menjual berbagai macam penganan tradisional lainnya, ada brem, getuk goreng, wingko, dll. Maunya sih beli semua, Cuma duitnya gak cukup.


6. Batik Fever

Hidup batik!!!!, kami masih sempat mengunjungi dua toko batik. Yang pertama bernama “roemah batik” terletak di jalan nogosari kidul no 2, kadipaten. Memasuki jalan inipun agak sulit mendapatkan parkir karena badan jalan hanya muat dua mobil saja, sehingga kalau ada yang terpakai salah satunya untuk parkir akan sulit bagi kendaraan lainnya untuk melewati jalan dengan lancar, pasti agak tersendat. Di toko ini, saya tidak menemukan harga batik yang kurang dari 50 ribu. Untuk sebuah taplak meja kopi kecil berbentuk segi empat saja rp 57.500.

Dari roemah batik, kami melewati jalan Brigjen Katamso, di sini ada sebuah toko semacam Mirota, hanya lebih kecil dan buka selama 24 jam. Nama toko ini “Batik Beteng” Kami sempat mampir dan membeli beberapa potong baju.


7. Stasiun Tugu

Di pinggiran jalan sebelah kiri stasiun Tugu banyak kita temukan pedagang lesehan yang menjual kopi yang cara penyajiannya unik, yaitu dengan mencelupkan arang panas ke dalam seduhan kopi yang siap minum. Katanya sih menambah cita ras kopi semakin terasa di lidah. mmmmm........ Sepertinya nikmat sekali. Sayang, kami tidak sempat mencobanya.

Secara umum, kami menilai penduduk Yogyakarta sangat menghargai keistimewaan mereka. Pemerintah Yogya benar-benar memfasilitasi sektor pariwisatanya, hal ini dibuktikan dengan prasarana jalan yang mulus hingga ke pelosok. Tidak hanya jalan protokol saja yang mendapat perhatian seperti di kota-kota besar lainnya. Setiap objek wisata dioptimalkan pemanfaatannya. Semua hal yang menunjukkan kekhasannya ditonjolkan terbukti dengan tersebarnya semua produk batik dan cinderamata di setiap objek wisata.

Pengunjung yang datang ke Yogyakarta akan dengan mudah memperoleh informasi mengenai objek wisata, baik dari agen perjalanan, sopir, pengendara becak dan penduduk itu sendiri.

Namun, ada satu hal yang tidak lagi banyak terlihat berlalu lalang di jalan, yaitu sepeda kumbang/ontel. Tidak seperti sepuluh tahun lalu, sepeda motor kini merajai jalanan seputar yogyakarta. Meski sudah tidak banyak ditemukan ontel, cinderamata berupa miniatur ontel masih menjadi favorit pedagangnya selain becak dan andong.

Kami sudah sampai di stasiun Tugu sekitar jam setengah Sembilan. Bangku tempat tunggu tidak ada satupun yang kosong. Jadilah kami lesehan sambil menunggu kereta Lodaya yang akan tiba jam 09.20. Di tiket tertera keberangkatan kereta menuju Bandung adalah jam 09.27. Dengan rentang waktu yang singkat antara kedatangan dan keberangkatan membuat para penumpang lumayan sibuk, apalagi rata-rata membawa tas bawaaan yang banyak, termasuk kami.

Kebetulan kami duduk di gerbong terakhir dan lagi-lagi seat di sebelah saya kosong. Entah perasaan atau bukan, AC di kereta ini lebih dingin dari sebelumnya, bahkan amat sangat dingin. Untung kami membawa jacket dan kaos kaki. Bahkan scarf yang baru dibelipun tidak luput dipakai menghangatkan leher yang sebetulnya sudah tertutupi jacket. Brrrrrr….dingin.

Seperti sebelumnya, lagi enak-enaknya tidur, datang penumpang baru yang akhirnya duduk di sebelah. Yaaaah….nasib.

Jam enam pagi kami sudah sampai di stasiun Bandung, kali ini kami keluar dari bagian selatan dan menyewa taksi sampai ke rumah Ibu. Berakhirlah perjalanan yang menyenangkan. Pergi kemana lagi ya?

Tidak ada komentar: